Chapter 3 Matriks

Dalam matematika, matriks merupakan susunan bilangan, simbol, atau ekspresi yang disusun dalam baris dan kolom sehingga membentuik bangun persegi yang disebut dengan istilah ordo. Berdasarkan definisinya, matriks dapat dijabarkan menjadi seperti berikut.

\[\begin{bmatrix}a_{11} &a_{12} &a_{13} \\ a_{21} &a_{22} &a_{23} \\ a_{31} &a_{32} &a_{33} \end{bmatrix}\]

Matriks diatas bisa disebut juga matriks dengan matriks ordo 3x3, karena memiliki 3 baris dan 3 kolom. Dalam Bahasa R terutama dalam software R Studio sebuah matriks akan ditampilkan seperti berikut.

     [,1] [,2] [,3]
[1,]   11   12   31
[2,]   12   22   32
[3,]   13   32   33

3.1 Membuat Matriks

Untuk membuat sebuah matriks kita bisa menggunakan fungsi matrix(). Berikut adalah format penulisan matrix.

Untuk lebih jelasnya berikut adalah contoh penerapan fungsi matrix().

> x <- matrix(c(1:9), 3, 3)
> x
     [,1] [,2] [,3]
[1,]    1    4    7
[2,]    2    5    8
[3,]    3    6    9

Pada contoh diatas dapat dipahami bahwa dalam membuat sebuah matriks kita harus menggunakan fungsi matrix yang didalamnya nanti akan terdapat data yang akan ditampilkan serta berapa jumlah baris dan kolom tersebut sehingga data - data yang ada pada matrix nantinya bisa dibagi beberapa bagian sesuai dengan berapa banyak jumlah baris dan kolomnya.

Pada contoh diatas penulis menggunakan range angka 1 sampai 9 yang akan menghasilkan angka berupa angka 1 sampai dengan 9 sebagai data yang akan ditampilkan serta mengatur jumlah baris dan kolomnya masing - masing 3. Contoh diatas akan membentuk sebuah matriks yang memiliki ordo 3x3.

3.2 Operasi Aritmatika Pada Matriks

Pada bagian ini akan dibahas mengenai bagaimana melakukan operasi matriks dengan bahasa r. Bahasannya akan meliputi operasi penjumlahan, operasi pengurangan, operasi perkalian, dan operasi pembagian.

3.2.1 Operasi Penjumlahan

Untuk melakukan operasi penjumlahan matriks, kita cukup menjumlahkan matriks a dan matriks b dengan syarat matriks yang akan kamu jumlahkan berada didalam sebuah variabel, contoh: A + B. Tapi sebelum mengenal lebih jauh mengenai operasi penjumlahan pada matriks, akan lebih baik mengetahui skema perhitungan dari sebuah matriks terlebih dahulu.

\[ A_{} = \begin {bmatrix} 1&3 \\ 2&4 \end{bmatrix} + B = \begin{bmatrix}5 & 6\\ 7 & 8\end{bmatrix} = \begin{bmatrix}1 + 5 & 2 + 6\\ 3 + 7 & 4 + 8\end{bmatrix} = \begin{bmatrix}6 & 8\\ 10 & 12\end{bmatrix} \]

Dalam menjumlahkan matriks yang dijumlahkan adalah masing - masing elemen matriks tersebut dengan syarat yakni ordonya tidak boleh beda atau harus sama. Berikut adalah contoh penjumlahan matriks dengan menggunakan bahasa r.

> x <- matrix(c(1:9), 3, 3)
> y <- matrix(c(10:19), 3, 3)
Warning in matrix(c(10:19), 3, 3): data length [10] is not a sub-multiple or
multiple of the number of rows [3]
> z = x + y
> print(z)
     [,1] [,2] [,3]
[1,]   11   17   23
[2,]   13   19   25
[3,]   15   21   27

Dari contoh diatas dapat disimpulkan bahwa untuk menjumlahkan matriks dalam bahasa r kita hanya perlu menyimpan matrix a dan matrix b kedalam sebuah variabel lalu menjumlahkan kedua variabel tersebut dengan menggunakan operator penjumlahan.

Dalam melakukan operasi pengurangan matriks yang dijumlahkan adalah masing - masing elemen matriks tersebut dengan syarat yakni ordonya tidak boleh beda atau harus sama. Berikut adalah contoh penjumlahan matriks dengan menggunakan bahasa r.

3.2.2 Operasi Pengurangan

Untuk melakukan operasi penjumlahan matriks, kita cukup mengurangkan matriks a dan matriks b atau matriks b dengan matriks a, dengan syarat matriks yang akan kamu jumlahkan berada didalam sebuah variabel, contoh: B - A. Tapi sebelum mengenal lebih jauh mengenai operasi pengurangan pada matriks, akan lebih baik mengetahui skema perhitungan dari sebuah matriks terlebih dahulu.

\[ B_{} = \begin {bmatrix} 5&6 \\ 7&8 \end{bmatrix} - A = \begin{bmatrix}1 & 2\\ 3 & 4\end{bmatrix} = \begin{bmatrix}1 - 5 & 2 - 6\\ 3 - 7 & 4 - 8\end{bmatrix} = \begin{bmatrix}4 & 4\\ 4 & 4\end{bmatrix} \]

Dari contoh diatas dapat disimpulkan bahwa untuk menjumlahkan matriks dalam bahasa r kita hanya perlu menyimpan matrix a dan matrix b kedalam sebuah variabel lalu menjumlahkan kedua variabel tersebut dengan menggunakan operator penjumlahan.

Dari contoh diatas dapat disimpulkan bahwa dalam melakukan operasi pengurangan pada matriks, yang kita kurangkan adalah masing – masing elemen matriks tersebut, syarat utama daripada pengurangan matriks ialah ordonya tidak boleh beda atau harus sama . Berikut adalah contoh pengurangan matriks dengan menggunakan bahasa r . A <- c(1, 2, 3, 4) Matrix_A <- matrix(A, nrow = 2, ncol = 2, byrow = TRUE) B <- c(5,6,7,8) Matrix_B <- matrix(A, nrow = 2, ncol = 2, byrow = TRUE) Matrix_A [,1] [,2] [,1] 1 2 [,2] 3 4 Matrix_B [,1] [,2] [,1] 5 6 [,2] 7 8 Matrix_B - Matrix_A [,1] [,2] [,1] 4 4 [,2] 4 4

Operasi Perkalian

Untuk melakukan operasi perkalian matriks, kamu cukup mengalikan matriks a dan matriks b ataupun sebaliknya akan tetapi harus memakai tanda ‘%’ setelah nama variabel untuk variabel a dan tanda ‘%’ sebelum variabel b dan ditengah – tengah tanda ‘%’ baru diselipkan tanda kali ’’ seperti pada contoh berikut : matrix_A%%matrix_B, dengan syarat matriks yang akan kamu jumlahkan berada didalam sebuah variabel . Tapi sebelum mengenal lebih jauh mengenai operasi perkalian pada matriks, akan lebih baik mengetahui terlebih dahulu skema dari perkalian matriks secara matematis .

A=[■( 1&2 @ 3&4 )]×B=[■( 5&6 @ 7&8 )]=[ ■((1×5)+(2×7)&(1×6)+(2×8)@(3×5)+(3×7)&(3×6)+(3×8)) ]=[ ■(&50) ]

Dari contoh diatas dapat disimpulkan bahwa dalam megalikan matriks, berlaku aturan kolom dikali baris seperti yang dapat dilihat pada contoh dimana 1 pada matriks a dikalikan dengan 5 pada matriks b dan 2 dikalikan 7 yang mana bisa disebut dengan kolom (matriks a) dikalikan baris (matriks b) . Berikut akan diberikan contoh perkalian matriks dengan menggunakan bahasa r .

A <- c(1, 2, 3, 4)
Matrix_A <- matrix(A, nrow = 2, ncol = 2, byrow = TRUE)
B  <- c(5,6,7,8)
Matrix_B <- matrix(A, nrow = 2, ncol = 2, byrow = TRUE)
Matrix_A
            [,1]    [,2]

[,1] 1 2 [,2] 3 4 Matrix_B [,1] [,2] [,1] 5 6 [,2] 7 8 Matrix_A%*%Matrix_B [,1] [,2] [,1] 19 22 [,2] 43 50

Operasi Pembagian

Untuk melakukan operasi penjumlahan matriks, kamu cukup menambahkan matriks a dan matriks b, dengan syarat matriks yang akan kamu jumlahkan berada didalam sebuah variabel, contoh : A + B . Tapi sebelum mengenal lebih jauh mengenai operasi penjumlahan pada matriks, akan lebih baik mengetahui skema perhitungan dari sebuah matriks .

A=[■( 1&2 @ 3&4 )]+B=[■( 5&6 @ 7&8 )]=[ ■(+7&4+8) ]=[ ■(&12) ]

Dari contoh diatas dapat disimpulkan bahwa dalam menjumlahkan matriks, yang kita jumlahkan adalah masing – masing elemen matriks tersebut, syarat utama daripada penjumlahan matriks ialah ordonya tidak boleh beda atau harus sama . Berikut akan diberikan contoh penjumlahan matriks dengan menggunakan bahasa r .] A <- c(1, 2, 3, 4) Matrix_A <- matrix(A, nrow = 2, ncol = 2, byrow = TRUE) B <- c(5,6,7,8) Matrix_B <- matrix(A, nrow = 2, ncol = 2, byrow = TRUE) Matrix_A [,1] [,2] [,1] 1 2 [,2] 3 4 Matrix_B [,1] [,2] [,1] 5 6 [,2] 7 8 Matrix_A / Matrix_B [,1] [,2] [,1] 0.2000000 0.3333333 [,2] 0.4285714 0.5000000

3.3 Transpose Matriks

3.3.1 Apa itu Transpose Matriks?

Transpose adalah ketika pada sebuah matriks dilakukan pertukaran antara dimensi kolom dan barisnya. Contoh Transpose Matriks:

Sebelum Di Transpose:

\(\begin{pmatrix} 55 & 105 & 45\\ 87 & 64 & 28 \end{pmatrix}\)

Setelah Di Transpose:

\(\begin{bmatrix} 55 & 87\\ 105 & 64\\ 45 & 28 \end{bmatrix}\)

3.3.2 Membuat Transpose Matriks

Untuk melakukan transpose matriks kita bisa menggunakan fungsi t(). Contoh penggunaannya adalah sebagai berikut.

> transpose <- matrix(c(55, 105, 45, 87, 64, 28), 2, 3)
> t(transpose)
     [,1] [,2]
[1,]   55  105
[2,]   45   87
[3,]   64   28

3.4 Determinan Matriks

3.4.1 Apa itu Determinan Matriks?

Dalam Aljabar Linear, determinan adalah nilai yang dapat dihitung dari unsur suatu matriks persegi. Determinan matriks A ditulis dengan tanda det, det A, atau | A |. Determinan dapat dianggap sebagai faktor pengskalaan transformasi yang digambarkan oleh matriks. Determinan Matriks sendiri dirumuskan sebagai berikut.

\(\begin{vmatrix}\;A\;\end{vmatrix}=\begin{vmatrix}\;a & \;c\;\\ \;b & \;d\; \end{vmatrix}= a\cdot d - b \cdot c\)

Contoh:

\(\begin{vmatrix}\;A\;\end{vmatrix}=\begin{vmatrix}\;1 & \;2\;\\ \;3 & \;4\; \end{vmatrix}= 1\cdot 4 - 2 \cdot 3 = -2\)

Contoh diatas adalah contoh pengaplikasian rumus determinan yaitu a.d-b.c terhadap matriks dengan ordo 2x2, bagaimana dengan ordo 3x3? Untuk mencari determinan dari matriks 3x3 ada banyak cara atau metode. Pada buku ini penulis akan menggunakan metode sarrus sebagai contoh.

Metode sarrus disebut juga dengan metode anyaman, penulis sendiri menyebutnya sebagai metode silang karena pada metode sarrus ini kita akan menyilang matriks 3x3 dengan pola silang sebagai berikut.

Berikut adalah contoh penggunaan dari metode sarrus.

\[\begin{vmatrix} \;a & b & c\;\\ \;d & e & f\;\\ \;g & h & i\; \end{vmatrix}\begin{matrix} \;a & b \\ \;d & e \\ \;g & h \end{matrix}\]

\[ \Rightarrow Silang \;Pertama \rightarrow a.e.i\;\begin{vmatrix} \;\textbf{a} & b & c\;\\ \;d & \textbf{e} & f\;\\ \;g & h & \textbf{i}\; \end{vmatrix}\begin{matrix} \;a & b \\ \;d & e \\ \;g & h \end{matrix} \]

\[ \Rightarrow Silang \;Kedua \rightarrow b.f.g\;\begin{vmatrix} \;a & \textbf{b} & c\;\\ \;d & e & \textbf{f}\;\\ \;g & h & i\; \end{vmatrix}\begin{matrix} \;a & b \\ \;d & e \\ \;\textbf{g} & h \end{matrix} \]

\[ \Rightarrow Silang \;Ketiga \rightarrow c.d.h\;\begin{vmatrix} \;a & b & \textbf{c}\;\\ \;d & e & f\;\\ \;g & h & i\; \end{vmatrix}\begin{matrix} \;a & b \\ \;\textbf{d} & e \\ \;g & \textbf{h} \end{matrix} \]

\[ \Rightarrow Silang \;Keempat \rightarrow c.e.g\;\begin{vmatrix} \;a & b & \textbf{c}\;\\ \;d & \textbf{e} & f\;\\ \;\textbf{g} & h & i\; \end{vmatrix}\begin{matrix} \;a & b \\ \;d & e \\ \;g & h \end{matrix} \]

\[ \Rightarrow Silang \;Kelima \rightarrow a.f.h\;\begin{vmatrix} \;a & b & c\;\\ \;d & \;e & \textbf{f}\;\\ \;g & \textbf{h} & i\; \end{vmatrix}\begin{matrix} \;\textbf{a} & b \\ \;d & e \\ \;g & h \end{matrix} \]

\[ \Rightarrow Silang \;Keenam \rightarrow b.d.i\;\begin{vmatrix} \;a & b & c\;\\ \;d & \;e & f\;\\ \;g & h & \textbf{i}\; \end{vmatrix}\begin{matrix} \;a & \textbf{b} \\ \;\textbf{d} & e \\ \;g & h \end{matrix} \] Pola silang pada contoh diatas jika dimasukkan kedalam rumus determinan akan menjadi seperti berikut.

\[ (a.e.i+b.f.g+c.d.h)-(c.e.g+a.f.h+b.d.i) \]

Berikut adalah contoh pengaplikasian rumus diatas pada matriks ordo 3x3:

\[ x = \begin{bmatrix} \;3 & \;2\; & 1\;\\ \;0 & \;-1\; & 5\;\\ \;-2 & \;-3\; & 2\; \end{bmatrix}\\ \\ \begin{vmatrix} \;x\; \end{vmatrix} = \begin{vmatrix} \;3 & \;2\; & 1\;\\ \;0 & \;-1\; & 5\;\\ \;-2 & \;-3\; & 2\; \end{vmatrix}\begin{matrix} \;3 &\; 2\\ \;0 &\; -1\\ \;-2 &\; -3 \end{matrix}\\ \\ = (3.-1.2+2.5.2+1.0.-3)-(1.-1.-2+3.5.-3+2.0.2)\\ \\ = (-6+(-20)+0)-(2+(-45)+0)=(-26)-(-43)\\ = 17 \]

3.4.2 Determinan Matriks Dalam Bahasa R

Untuk menentukan determinan dari sebuah matriks di bahasa r kita bisa menggunkan fungsi det(), berikut adalah contoh penggunaannya.

> x <- matrix(c(3, 2, 1, 0, -1, 5, -2, -3, 2), 3, 3)
> det(x)
[1] 17

3.5 Adjoint Matriks

3.5.1 Apa itu Adjoint Matriks?

Adjoint matriks merupakan transpose dari suatu matriks yang elemen – elemennya merupakan kofaktor dari elemen – elemen matriks tersebut. Untuk menentukan adjoin dari sebuah matriks digunakan beberapa, cara ini bisa digunakan untuk mencari adjoin matriks dengan ordo 2x2.

\[ adj\begin{bmatrix} \;a & b\;\\ \;c & d\; \end{bmatrix} \rightarrow\; \begin{bmatrix} \;d & -b\;\\ \;-c & a\; \end{bmatrix}\\ \\ adj\begin{bmatrix} \;1 & 2\;\\ \;3 & 4\; \end{bmatrix} \rightarrow\; \begin{bmatrix} \;4 & -2\;\\ \;-3 & 1\; \end{bmatrix} \]

Menentukan adjoin matriks dengan ordo 2x2 tidak begitu sulit seperti yang dapat kamu lihat pada contoh diatas, berikutnya saya akan menjelaskan bagimana mencari adjoin untuk matriks dengan ordo 3x3. Berikut adalah contoh bagaiman menentukan adjoint matriks.

\[ \begin{bmatrix} \begin{bmatrix} \;a & \;b\; & c\;\\ \;d & \;e\; & f\;\\ \;g & \;h\; & i\; \end{bmatrix} & \begin{bmatrix} \;a & \;b\; & c\;\\ \;d & \;e\; & f\;\\ \;g & \;h\; & i\; \end{bmatrix} & \begin{bmatrix} \;a & \;b\; & c\;\\ \;d & \;e\; & f\;\\ \;g & \;h\; & i\; \end{bmatrix}\\ \begin{bmatrix} \;a & \;b\; & c\;\\ \;d & \;e\; & f\;\\ \;g & \;h\; & i\; \end{bmatrix} & \begin{bmatrix} \;a & \;b\; & c\;\\ \;d & \;e\; & f\;\\ \;g & \;h\; & i\; \end{bmatrix} & \begin{bmatrix} \;a & \;b\; & c\;\\ \;d & \;e\; & f\;\\ \;g & \;h\; & i\; \end{bmatrix}\\ \begin{bmatrix} \;a & \;b\; & c\;\\ \;d & \;e\; & f\;\\ \;g & \;h\; & i\; \end{bmatrix} & \begin{bmatrix} \;a & \;b\; & c\;\\ \;d & \;e\; & f\;\\ \;g & \;h\; & i\; \end{bmatrix} & \begin{bmatrix} \;a & \;b\; & c\;\\ \;d & \;e\; & f\;\\ \;g & \;h\; & i\; \end{bmatrix} \end{bmatrix} \]

Dari pola diatas kita akan mencari harga minornya dengan cara:

\(\Rightarrow\) Mencoret elemen – elemen di \(a_{11}\):

elemen matriks baris 1 kolom 2 elemen matriks baris 1 kolom 3 elemen matriks baris 2 kolom 1 elemen matriks baris 3 kolom 1

sehingga didapat matriks baru yaitu:

\[\begin{bmatrix} \;e & f\;\\ \;h & i\; \end{bmatrix}\]

\(\Rightarrow\) Mencoret elemen – elemen di \(b_{12}\):

\[ \begin{bmatrix} \;d & f\;\\ \;g & i\; \end{bmatrix} \] \(\Rightarrow\) Mencoret elemen – elemen di \(c_{13}\):

elemen matriks baris 1 kolom 1 elemen matriks baris 1 kolom 3 elemen matriks baris 2 kolom 2 elemen matriks baris 3 kolom 2

sehingga didapat matriks baru yaitu:

\[ \begin{bmatrix} \;d & e\;\\ \;g & h\; \end{bmatrix} \]

\(\Rightarrow\) Mencoret elemen – elemen di \(d_{21}\):

elemen matriks baris 1 kolom 1 elemen matriks baris 1 kolom 2 elemen matriks baris 2 kolom 3 elemen matriks baris 3 kolom 3

sehingga didapat matriks baru yaitu:

\[ \begin{bmatrix} \;b & c\;\\ \;h & i\; \end{bmatrix} \]

\(\Rightarrow\) Mencoret elemen – elemen di \(e_{22}\):

elemen matriks baris 1 kolom 1 elemen matriks baris 2 kolom 2 elemen matriks baris 2 kolom 3 elemen matriks baris 3 kolom 1

sehingga didapat matriks baru yaitu:

\[ \begin{bmatrix} \;a & c\;\\ \;g & i\; \end{bmatrix} \]

\(\Rightarrow\) Mencoret elemen – elemen di \(f_{23}\):

elemen matriks baris 1 kolom 2 elemen matriks baris 2 kolom 1 elemen matriks baris 2 kolom 3 elemen matriks baris 3 kolom 2

sehingga didapat matriks baru yaitu:

\[ \begin{bmatrix} \;a & b\;\\ \;g & h\; \end{bmatrix} \]

\(\Rightarrow\) Mencoret elemen – elemen di \(g_{31}\):

elemen matriks baris 1 kolom 3 elemen matriks baris 2 kolom 1 elemen matriks baris 2 kolom 2 elemen matriks baris 3 kolom 3

sehingga didapat matriks baru yaitu:

\[ \begin{bmatrix} \;b & c\;\\ \;e & f\; \end{bmatrix} \]

\(\Rightarrow\) Mencoret elemen – elemen di \(h_{32}\):

elemen matriks baris 1 kolom 1 elemen matriks baris 2 kolom 3 elemen matriks baris 3 kolom 2 elemen matriks baris 3 kolom 3

sehingga didapat matriks baru yaitu:

\[ \begin{bmatrix} \;a & c\;\\ \;d & f\; \end{bmatrix} \]

\(\Rightarrow\) Mencoret elemen – elemen di \(i_{33}\):

elemen matriks baris 1 kolom 2 elemen matriks baris 2 kolom 2 elemen matriks baris 3 kolom 1 elemen matriks baris 3 kolom 3

sehingga didapat matriks baru yaitu:

\[ \begin{bmatrix} \;a & b\;\\ \;d & e\; \end{bmatrix} \]

Berikut adalah bentuk lengkapnya, dimana elemen matriks yang berwarna hitam merupakan elemen yang dicoret sedang yang berwarana merah merupakan matriks baru yang terbentuk dari matriks yang dicoret.

\[ \begin{bmatrix} \begin{bmatrix} \;\begin{bmatrix} \; a_{11} \; \end{bmatrix} & \;b\; & c\;\\ \;d & \;{\color{Red} e}\; & {\color{Red} f}\;\\ \;g & \;{\color{Red} h}\; & {\color{Red} i}\; \end{bmatrix} & \begin{bmatrix} \;a & \;\begin{bmatrix} \; b_{12} \; \end{bmatrix}\; & c\;\\ \;{\color{Red} d} & \;e\; & {\color{Red} f}\;\\ \;{\color{Red} g} & \;h\; & {\color{Red} i}\; \end{bmatrix} & \begin{bmatrix} \;a & \;b\; & \begin{bmatrix} \; c_{13} \; \end{bmatrix}\;\\ \;{\color{Red} d} & \;{\color{Red} e}\; & f\;\\ \;{\color{Red} g} & \;{\color{Red} h}\; & i\; \end{bmatrix}\\ \begin{bmatrix} \;a & \;{\color{Red} b}\; & {\color{Red} c}\;\\ \;\begin{bmatrix} \; d_{21} \; \end{bmatrix} & \;e\; & f\;\\ \;g & \;{\color{Red} h}\; & {\color{Red} i}\; \end{bmatrix} & \begin{bmatrix} \;{\color{Red} a} & \;b\; & {\color{Red} c}\;\\ \;d & \;\begin{bmatrix} \; e_{22} \; \end{bmatrix}\; & f\;\\ \;{\color{Red} g} & \;h\; & {\color{Red} i}\; \end{bmatrix} & \begin{bmatrix} \;{\color{Red} a} & \;{\color{Red} b}\; & c\;\\ \;d & \;e\; & \begin{bmatrix} \; f_{23} \; \end{bmatrix}\;\\ \;{\color{Red} g} & \;{\color{Red} h}\; & i\; \end{bmatrix}\\ \begin{bmatrix} \;a & \;{\color{Red} b}\; & {\color{Red} c}\;\\ \;d & \;{\color{Red} e}\; & {\color{Red} f}\;\\ \;\begin{bmatrix} \; g_{31} \; \end{bmatrix} & \;h\; & i\; \end{bmatrix} & \begin{bmatrix} \;{\color{Red} a} & \;b\; & {\color{Red} c}\;\\ \;{\color{Red} d} & \;e\; & {\color{Red} f}\;\\ \;g & \;\begin{bmatrix} \; h_{32} \; \end{bmatrix}\; & i\; \end{bmatrix} & \begin{bmatrix} \;{\color{Red} a} & \;{\color{Red} b}\; & c\;\\ \;{\color{Red} d} & \;{\color{Red} e}\; & f\;\\ \;g & \;h\; & \begin{bmatrix} \; i_{33} \; \end{bmatrix}\; \end{bmatrix} \end{bmatrix} \] \[ \Rightarrow a_{11} = \begin{bmatrix} \;{\color{Red} e} & {\color{Red} f}\;\\ \;{\color{Red} h} & {\color{Red} i}\; \end{bmatrix} \\ \Rightarrow b_{12} = \begin{bmatrix} \;{\color{Red} d} & {\color{Red} f}\;\\ \;{\color{Red} g} & {\color{Red} i}\; \end{bmatrix} \\ \Rightarrow c_{13} = \begin{bmatrix} \;{\color{Red} d} & {\color{Red} e}\;\\ \;{\color{Red} g} & {\color{Red} h}\; \end{bmatrix} \\ \Rightarrow d_{21} = \begin{bmatrix} \;{\color{Red} b} & {\color{Red} c}\;\\ \;{\color{Red} h} & {\color{Red} i}\; \end{bmatrix} \\ \Rightarrow e_{22} = \begin{bmatrix} \;{\color{Red} a} & {\color{Red} c}\;\\ \;{\color{Red} g} & {\color{Red} i}\; \end{bmatrix} \\ \Rightarrow f_{23} = \begin{bmatrix} \;{\color{Red} a} & {\color{Red} b}\;\\ \;{\color{Red} g} & {\color{Red} h}\; \end{bmatrix} \\ \Rightarrow g_{31} = \begin{bmatrix} \;{\color{Red} b} & {\color{Red} c}\;\\ \;{\color{Red} e} & {\color{Red} f}\; \end{bmatrix} \\ \Rightarrow h_{32} = \begin{bmatrix} \;{\color{Red} a} & {\color{Red} b}\;\\ \;{\color{Red} d} & {\color{Red} f}\; \end{bmatrix} \\ \Rightarrow i_{33} = \begin{bmatrix} \;{\color{Red} a} & {\color{Red} b}\;\\ \;{\color{Red} d} & {\color{Red} e}\; \end{bmatrix} \]

Setelah menentukan nilai minor, maka selanjutnya yang harus dilakukan adalah mentransformasikan nilai – nilai kedalam bentuk seperti berikut . penempatannya sendiri harus berurutan dimulai dari elemen – elemen yang ada di matrix a_11 sampai dengan i_33 seperti berikut.

\[ \begin{bmatrix} \;+\; \begin{vmatrix} \;e & f\;\\ \;h & i\; \end{vmatrix} & \;-\;\begin{vmatrix} \;d & f\;\\ \;g & i\; \end{vmatrix} & \;+\;\begin{vmatrix} \;d & e\;\\ \;g & h\; \end{vmatrix}\\ \;-\;\begin{vmatrix} \;b & c\;\\ \;h & i\; \end{vmatrix} & \;+\; \begin{vmatrix} \;a & c\;\\ \;g & i\; \end{vmatrix}& \;-\;\begin{vmatrix} \;a & b\;\\ \;g & h\;\end{vmatrix}\\ \;+\; \begin{vmatrix} \;b & c\;\\ \;e & f\; \end{vmatrix} & \;-\;\begin{vmatrix} \;g & c\;\\ \;d & f\; \end{vmatrix} & \;+\;\begin{vmatrix} \;a & b\;\\ \;d & e\; \end{vmatrix} \end{bmatrix} \]

Menetukan matriks kofaktor Selanjutnya adalah menetukan matriks kofaktornya dengan cara menghitung masing – masing determinan dari matriks yang sudah ditentukan kofaktornya sebelumnya sehingga menjadi:

\[ \begin{bmatrix} \;a_{11}\; & \;b_{12}\; & \;c_{13}\; \\ \;d_{21}\; & \;e_{22}\; & \;f_{23}\;\\ \;g_{31}\; & \;h_{32}\; & \;i_{33}\; \end{bmatrix} \]

Dan terakhir yang perlu kamu lakukan adalah menetukan adjoin matriksnya dengan cara mentranspose matriks kofaktor seperti pada contoh berikut.

\[ \begin{bmatrix} \;a_{11}\; & \;d_{21}\; & \;g_{31}\; \\ \;b_{12}\; & \;e_{22}\; & \;h_{32}\;\\ \;c_{13}\; & \;f_{23}\; & \;i_{33}\; \end{bmatrix} \]

3.6 Invers Matriks

3.6.1 Apa itu Invers Matriks?

Invers Matriks adalah sebuah kebalikan (invers) dari kedua matriks dimana apabila matriks tersebut dikalikan akan menghasilkan matriks persegi (\(AB = BA = l_{n}\)). Invers dilambangkan dengan tanda pangkat ‘-1’ setelah hurufnya . Invers Matriks sendiri dirumuskan dengan:

\[ A^{-1} = \frac{1}{|\; A \;|}\cdot adjA \]

3.6.1.1 Menentukan Invers Matriks Dengan Ordo 2x2

\(Rumus: \;A^{-1} = \frac{1}{|\; A \;|}\cdot adjA\)

Contoh 1:

\(A = \begin{bmatrix}\;3\; & \;7\;\\ \;8\; & \;5\;\end{bmatrix}\\|\;A\;| = 3.5 - 8.7 = -41\\adjA = \begin{bmatrix}\;5\; & \;-7\;\\ \;-8\; & \;3\;\end{bmatrix}\\A^{-1} = \frac{1}{-41}\cdot \begin{bmatrix}\;5\; & \;-7\;\\ \;-8\; & \;3\; \end{bmatrix}\\= \begin{bmatrix}\;0.1219512\; & \;0.17073171\; \\\;0.1951220\; & \;0.07317073\;\end{bmatrix}\)

Contoh 2:

\(A = \begin{bmatrix}\;2\; & \;1\;\\ \;4\; & \;3\;\end{bmatrix}\\|\;A\;| = 2.3 - 4.1 = 2\\adjA = \begin{bmatrix}\;3\; & \;-1\;\\ \;-4\; & \;2\;\end{bmatrix}\\A^{-1} = \frac{1}{2}\cdot \begin{bmatrix}\;3\; & \;-1\;\\ \;-4\; & \;2\; \end{bmatrix}\\= \begin{bmatrix}\;1.5\; & \;-0.5\; \\\;2\; & \;1\;\end{bmatrix}\)

3.6.1.2 Menentukan Invers Matriks Dengan Ordo 3x3

\(Rumus: \;A^{-1} = \frac{1}{|\; A \;|}\cdot adjA\)

\(A = \begin{bmatrix}\;2\; & \;-2\; & \;4\;\\ \;1\; & \;5\; & \;-4\;\\ \;-3\; & \;4\; & \;1\;\end{bmatrix}\\|\;A\;| = \begin{bmatrix}\;2\; & \;-2\; & \;4\;\\ \;1\; & \;5\; & \;-4\;\\ \;-3\; & \;4\; & \;1\;\end{bmatrix}\begin{matrix}2 & -2\\ 1 & 5\\ -3 & 4\end{matrix}\\= (2.5.1 + -2.-4.-3+4.1.4)\\= (10 + -24 + 16) - (-60 + -32 + -2)\\= (2) - (-94) = 96\)

\(adjA = \begin{bmatrix}\;2\; & \;-2\; & \;4\;\\ \;1\; & \;5\; & \;-4\;\\ \;-3\; & \;4\; & \;1\;\end{bmatrix}\)

\(=\;\begin{bmatrix}\begin{bmatrix}\;\begin{bmatrix}\; 2_{11} \;\end{bmatrix} & \;b\; & c\;\\ \;d & \;{\color{Red} 5}\; & {\color{Red} -4}\;\\ \;g & \;{\color{Red} 4}\; & {\color{Red} 1}\;\end{bmatrix} & \begin{bmatrix}\;a & \;\begin{bmatrix}\; -2_{12} \;\end{bmatrix}\; & c\;\\ \;{\color{Red} 1} & \;e\; & {\color{Red} -4}\;\\ \;{\color{Red} -3} & \;h\; & {\color{Red} 1}\;\end{bmatrix} & \begin{bmatrix}\;a & \;b\; & \begin{bmatrix}\; c_{13} \;\end{bmatrix}\;\\ \;{\color{Red} 1} & \;{\color{Red} 5}\; & f\;\\ \;{\color{Red} -3} & \;{\color{Red} 4}\; & i\;\end{bmatrix}\\ \begin{bmatrix}\;a & \;{\color{Red} -2}\; & {\color{Red} 4}\;\\ \;\begin{bmatrix}\; 1_{21} \;\end{bmatrix} & \;e\; & f\;\\ \;g & \;{\color{Red} 5}\; & {\color{Red} 1}\;\end{bmatrix} & \begin{bmatrix}\;{\color{Red} 2} & \;b\; & {\color{Red} 4}\;\\ \;d & \;\begin{bmatrix}\; 5_{22} \;\end{bmatrix}\; & f\;\\ \;{\color{Red} -3} & \;h\; & {\color{Red} 1}\;\end{bmatrix} & \begin{bmatrix}\;{\color{Red} 2} & \;{\color{Red} -2}\; & c\;\\ \;d & \;e\; & \begin{bmatrix}\; -4_{23} \;\end{bmatrix}\;\\ \;{\color{Red} -3} & \;{\color{Red} 4}\; & i\;\end{bmatrix}\\ \begin{bmatrix}\;a & \;{\color{Red} -2}\; & {\color{Red} 4}\;\\ \;d & \;{\color{Red} 5}\; & {\color{Red} -4}\;\\ \;\begin{bmatrix}\; -3_{31} \;\end{bmatrix} & \;h\; & i\;\end{bmatrix} & \begin{bmatrix}\;{\color{Red} 2} & \;b\; & {\color{Red} 4}\;\\ \;{\color{Red} 1} & \;e\; & {\color{Red} -4}\;\\ \;g & \;\begin{bmatrix}\; 4_{32} \;\end{bmatrix}\; & i\;\end{bmatrix} & \begin{bmatrix}\;{\color{Red} 2} & \;{\color{Red} -2}\; & c\;\\ \;{\color{Red} 1} & \;{\color{Red} 5}\; & f\;\\ \;g & \;h\; & \begin{bmatrix}\; 1_{33} \;\end{bmatrix}\;\end{bmatrix}\end{bmatrix}\)

\(=\begin{bmatrix}\;+\; \begin{vmatrix}\;5 & -4\;\\ \;4 & 1\;\end{vmatrix} & \;-\;\begin{vmatrix}\;1 & -4\;\\ \;-3 & 1\;\end{vmatrix} & \;+\;\begin{vmatrix}\;1 & 5\;\\ \;-3 & 4\;\end{vmatrix}\\ \;-\;\begin{vmatrix}\;-2 & 4\;\\ \;5 & 1\;\end{vmatrix} & \;+\; \begin{vmatrix}\;2 & 4\;\\ \;-3 & 1\;\end{vmatrix}& \;-\;\begin{vmatrix}\;2 & -2\;\\ \;-3 & 4\;\end{vmatrix}\\ \;+\; \begin{vmatrix}\;-2 & 4\;\\ \;5 & -4\;\end{vmatrix} & \;-\;\begin{vmatrix}\;2 & 4\;\\ \;1 & -4\;\end{vmatrix} & \;+\;\begin{vmatrix}\;2 & -2\;\\ \;1 & 5\;\end{vmatrix}\end{bmatrix}^{T}\)

\(=\begin{bmatrix}\;(5.1 - (-4.4))\; & \;(1.1 - (-4.-3))\; & \;(1.4-5.-3)\;\\ \;((-2.1) - 4.5)\; & \;(2.1 - 4. -3)\; & \;(2.4-(-2.-3))\;\\ \;((-2.-4) -4.5)\; & \;(2.-4-4.1)\; & \;(2.5-(-2.1))\;\end{bmatrix}^{T}\)

\(=\begin{bmatrix}\;(5-(16))\; & \;(1-12)\; & \;(4-(-15))\;\\ \;((-2)-20)\; & \;(2-(-12))\; & \;(8-6)\;\\ \;((8-20)\; & \;(-8-4)\; & \;(10-(-2))\;\end{bmatrix}^{T}\)

\(= \begin{bmatrix}\;21\; & \;-11\; & \;19\;\\ \;22\; & \;14\; & \;2\;\\ \;-12\; & \;-12\; & \;12\;\end{bmatrix}^{T}\\= \begin{bmatrix}\;-3\; & \;22\; & \;12\;\\ \;-11\; & \;14\; & \;12\;\\ \;-19\; & \;2\; & \;12\;\end{bmatrix}^{T}\\\)

\(= \begin{bmatrix}\;21\; & \;-11\; & \;19\;\\ \;22\; & \;14\; & \;2\;\\ \;-12\; & \;-12\; & \;12\;\end{bmatrix}^{T}\\= \begin{bmatrix}\;-3\; & \;22\; & \;12\;\\ \;-11\; & \;14\; & \;12\;\\ \;-19\; & \;2\; & \;12\;\end{bmatrix}^{T}\\A^{-1} = \frac{1}{96}\cdot \begin{bmatrix}\;-3\; & \;22\; & \;-12\;\\ \;-11\; & \;14\; & \;-12\;\\ \;19\; & \;2\; & \;-12\;\end{bmatrix}\\=\begin{bmatrix}\;0.2187500\; & \;0.18750000\; & \;-0.125\;\\ \;0.1145833\; & \;0.14583333\; & \;0.125\;\\ \;0.1979167\; & \;-0.02083333\; & \;0.125\;\end{bmatrix}\)

3.6.2 Inverse Matriks Dalam Bahasa R

Untuk mencari nilai invers dalam bahasa r, kita bisa menggunakan fungsi solve(), berikut adalah contoh penggunaannya.

> x <- matrix(c(2, 1, 5, 3), 2, 2)
> solve(x)
     [,1] [,2]
[1,]    3   -5
[2,]   -1    2

3.7 Solusi Persamaan Linear Dengan Matriks

Matriks dapat digunakan untuk menyelesaikan suatu sistem persamaan linear baik itu spldv atau spltv. Untuk menentukan solusi penyelesaian dari sistem linear dalam matriks kita bisa menggunakan rumus sebagai berikut.

\(AX = B\\ \\ dimana\\ \\ X = A^{-1}.B\)

Berikut adalah contoh pengaplikasian rumus diatas:

\[ AX = B \rightarrow\begin{bmatrix} \;3\; & \;2\;\\ \;1\; & \;-2\; \end{bmatrix}\begin{bmatrix} \;x\; \\ \;y\; \end{bmatrix} \begin{bmatrix} \;14\; \\ \;2\; \end{bmatrix}\\ \\ X = A^{-1}.B \rightarrow\begin{bmatrix} \;x\; \\ \;y\; \end{bmatrix} \begin{bmatrix} \;-2\; & \;-2\;\\ \;-1\; & \;3\; \end{bmatrix}\begin{bmatrix} \;14\; \\ \;2\; \end{bmatrix} \\ = \frac{1}{-8} \begin{bmatrix} \;-32\; \\ \;-8\; \end{bmatrix} \\ = \begin{bmatrix} \;4\; \\ \;1\; \end{bmatrix}\\ \therefore \begin{Bmatrix} \begin{matrix} x = 4\\ y = 1 \end{matrix} & \rightarrow & \begin{matrix} 3(4) + 2(1)=14\\ 4-2)1=2 \end{matrix} \end{Bmatrix} \]

3.7.1 Solusi Persamaan Linear Dengan Bahasa R

Untuk mencari solusi dari sebuah persamaan linear, dalam bahasa r kita harus menggunakan third party packages yaitu pracma.

Ketikkan kode berikut di r console untuk melakukan instalasi: Install.packages(“pracma”).

Setelah berhasil melakukan instalasi terhadap package ‘Pracma’, sekarang selanjutnya adalah menggunakannya . Untuk menggunakan package ini kamu harus memanggil package ini terlebih dahulu di r studio / r console dengan menuliskan “library(pracma)”.

Untuk melakukan operasi persamaan linear dengan pracma adalah ubah bentuk dari persamaan linear yang akan kamu tentukan solusinya kedalam bentuk matriks. Penulis akan menggunakan sistem persamaan berikut sebagai contoh pada bagian ini.

\[2x \;+\; y \;= \;1\\3x \;+\; 4y\; = \;14\]

Untuk mencari solusi penyelesaian dari sistem persamaan tersebut. Untuk menentukan solusi dari persamaanya kita bisa menggunakan fungsi rref(), berikut adalah contoh penggunaannya.

> library(pracma)
> spldv <- matrix(c(2, 1, 1, 3, 4, 14), 2, 3)
> rref(spldv)
     [,1] [,2] [,3]
[1,]    1    0 -0.4
[2,]    0    1  4.8